Monday, November 17, 2014

Sekilas tentang Pemungutan PPh 22 atas Kegiatan Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain

Siapa saja Pemungut PPh 22?


a. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
b. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada                 Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-
    lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
c. bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan             dengan mekanisme uang persediaan (UP);
d. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi             delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian         barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS);
e. Badan Usaha Milik Negara yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki       oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara
    yang dipisahkan, yang meliputi:
   
1) PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara              (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero)              Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi             Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya  (Persero), PT Krakatau Steel (Persero); dan
     2) Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang             dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.
f. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja,              industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di              dalam negeri;
g. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum           kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri;
h. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan bahan       bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
i. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan,        dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya    atau ekspornya.

Apakah Pemungut diatas memerlukan surat dari Kepala KPP?

Tidak, Pemungutan oleh pihak-pihak yang tertera diatas berlaku secara otomatis tanpa surat pengukuhan dari Kepala KPP.

Lalu berapa tarif pemungutannya? 

Besarnya tarif pemungutan PPh Pasal 22 untuk beberapa pemungut adalah sebagai berikut:
1) BUMN tertentu, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan             untuk keperluan kegiatan usahanya sebagaimana dimaksud dalam butir 1 huruf e adalah 1,5% dari      harga pembelian tidak termasuk PPN;
2) industri farmasi, atas penjualan semua jenis obat kepada distributor di dalam negeri sebagaimana       dimaksud dalam butir 1 huruf f adalah 0,3% dari DPP PPN;
3) Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum           kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri sebagaimana dimaksud         dalam butir 1 huruf g adalah 0,45% dari DPP PPN.

Apakah berlaku untuk semua transaksi?

Tidak, ada beberapa transaksi yang dikecualikan dari pemungutan PPh 22 antara lain:
(1) Dikecualikan dari pemungutan PPh 22
 a. Impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan
     perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan;
 b. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau Pajak Pertambahan
     Nilai:
1.   Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia   berdasarkan asas timbal balik;
2.   Barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di
            Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar dalam
            Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang tata cara pemberian
pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan badan
            Internasional beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia;           
3.   Barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial,
            kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana;
      4.   Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan tempat lain
            semacam itu yang terbuka untuk umum;
5.   Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
6.   Barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;
7.   Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
8.   Barang pindahan;
9.   Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang
            kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
            kepabeanan;
10. Barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan
            untuk kepentingan umum;
11. Persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang
            diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
12. Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan
            pertahanan dan keamanan negara;
13. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
14. Buku ilmu pengetahuan dan teknologi, buku pelajaran umum, kitab suci, buku
            pelajaran agama, dan buku ilmu pengetahuan lainnya;
15. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan
            penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang,
            dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia
            yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau
            Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa
             Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau
            dan Penyeberangan Nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya;
16.  Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat
             keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor
            dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional dan suku cadang
            serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh
            pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang
            digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan atau reparasi pesawat udara
            kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga nasional;
17. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta
            prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero), dan
            komponen atau bahan yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh PT Kereta Api
            Indonesia (Persero), yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang,
            peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang akan digunakan
            oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero);
18. Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Kementerian Pertahanan
            atau TNI untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik
            Indonesia yang dilakukan untuk mendukung pertahanan Nasional, yang diimpor oleh
            Kementerian Pertahanan, TNI atau pihak yang ditunjuk oleh Kementerian
            Pertahanan atau TNI; dan/atau
     19. Barang untuk kegiatan hulu Minyak dan Gas Bumi yang importasinya dilakukan oleh
           Kontraktor Kontrak Kerja Sama.
 c. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor
    kembali;
 d. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian
    diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk
    keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang
    ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
 e. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
    ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, berkenaan dengan:
1. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam
          Pasal 1 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d yang jumlahnya paling banyak
          Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecahpecah;
2. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam
          Pasal 1 ayat (1) huruf e yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh
          juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
3. Pembayaran untuk:
          a) pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas, benda-benda pos;
          b) pemakaian air dan listrik;
4. Pembayaran untuk pembelian minyak bumi, gas bumi, dan/ atau produk sampingan
          dari kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi yang dihasilkan di
          Indonesia dari:
          a) Kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan kontrak
              kerja sama; atau
          b) Kantor pusat kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan
              kontrak kerja sama;
5. Pembayaran untuk pembelian panas bumi atau listrik hasil pengusahaan panas bumi
          dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang usaha panas bumi berdasarkan
          kontrak kerja sama pengusahaan sumber daya panas bumi;
 f. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas
    untuk tujuan ekspor;
 g. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan
    Operasional Sekolah (BOS);
 h. Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri yang dilakukan oleh industri otomotif,
     Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir
     umum kendaraan bermotor, yang telah dikenai pemungutan Pajak Penghasilan
     berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
     tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
     Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 dan peraturan pelaksanaannya.
(2) Pengecualian dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas barang impor sebagaimana
     dimaksud pada ayat (1) huruf b tetap berlaku dalam hal barang impor tersebut dikenakan tarif
     bea masuk sebesar 0% (nol persen).
(3) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf f dinyatakan dengan
     Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal
     Pajak.
(4) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, huruf g, dan huruf h
     dilakukan tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB).
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dan ayat (2)
     dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tata caranya diatur oleh Direktur
     Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktur Jenderal Pajak.

Terus, teknis pemungutannya bagaimana?

(1) Untuk kegiatan Impor barang, maka Importir yang bersangkutan atau Dirjen Bea dan Cukai yang melakukan      pembayaran ke kas negara melalui Kantor Pos, Bank Devisa atau Bank Umum yang ditunjuk Menteri                  Keuangan.
(2) Untuk Pemungut Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Bendahara Pemerintah                sistem Uang Persediaan       (UP), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau Pejabat penerbit Surat Perintah 
     membayar wajib menyetorkan ke kas negara melalui Kantor Pos, Bank Devisa atau Bank Umum yang 
     ditunjuk Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama rekanan yang telah ditanda
     tangani oleh pemungut pajak.
(3) Untuk Pemungut pajak yang lainnya, wajib menyetorkan ke kas negara melalui Kantor Pos, Bank Devisa 
     atau Bank Umum yang ditunjuk Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.

Apa yang digunakan sebagai bukti pemungutan pajak?

(1) Untuk Importir, Dirjen Bea dan Cukai, Bendahara Pemerintah dan KPA, Bendahara pemerintah (UP), Kuasa 
     Pengguna Anggaran (KPA) atau Pejabat Penerbit Surat Perintah Membayar sebagai bukti pemungutan adalah 
     Surat Setoran Pajak.
(2) Pemungut Pajak yang lain wajib menerbitkan Bukti Potong PPh 22 dalam 3 rangkap, lembar kesatu untuk            Wajib Pajak yang              dipungut, lembar kedua untuk Pemungut sebagai lampiran laporan bulanan kepada KPP,
     lembar ketiga sebagai arsip Pemungut Pajak. 

No comments:

Post a Comment