a. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
b. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-
lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
c. bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
d. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS);
e. Badan Usaha Milik Negara yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara
yang dipisahkan, yang meliputi:
1) PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero); dan
2) Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.
f. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri;
g. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri;
h. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
i. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya.
Apakah Pemungut diatas memerlukan surat dari Kepala KPP?
Tidak, Pemungutan oleh pihak-pihak yang tertera diatas berlaku secara otomatis tanpa surat pengukuhan dari Kepala KPP.
Lalu berapa tarif pemungutannya?
Besarnya tarif pemungutan PPh Pasal 22 untuk beberapa pemungut adalah sebagai berikut:
1) BUMN tertentu, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya sebagaimana dimaksud dalam butir 1 huruf e adalah 1,5% dari harga pembelian tidak termasuk PPN;
2) industri farmasi, atas penjualan semua jenis obat kepada distributor di dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam butir 1 huruf f adalah 0,3% dari DPP PPN;
3) Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam butir 1 huruf g adalah 0,45% dari DPP PPN.
Apakah berlaku untuk semua transaksi?
Tidak, ada beberapa transaksi yang dikecualikan dari pemungutan PPh 22 antara lain:
(1) Dikecualikan dari pemungutan PPh 22
a. Impor
barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan tidak terutang Pajak
Penghasilan;
b. Impor
barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau Pajak Pertambahan
Nilai:
1. Barang
perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
2. Barang untuk
keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di
Indonesia dan tidak memegang paspor
Indonesia yang diakui dan terdaftar dalam
Peraturan
Menteri Keuangan yang mengatur tentang tata cara pemberian
pembebasan
bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan badan
Internasional
beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia;
3. Barang kiriman
hadiah/hibah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial,
kebudayaan atau untuk kepentingan
penanggulangan bencana;
4. Barang untuk keperluan museum, kebun
binatang, konservasi alam dan tempat lain
semacam itu yang terbuka untuk umum;
5. Barang untuk keperluan penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan;
6. Barang
untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;
7. Peti
atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
8. Barang
pindahan;
9. Barang
pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang
kiriman
sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
kepabeanan;
10. Barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat
atau Pemerintah Daerah yang ditujukan
untuk kepentingan umum;
11. Persenjataan, amunisi, dan perlengkapan
militer, termasuk suku cadang yang
diperuntukkan bagi keperluan
pertahanan dan keamanan negara;
12. Barang dan bahan yang dipergunakan untuk
menghasilkan barang bagi keperluan
pertahanan dan keamanan negara;
13. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program
Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
14. Buku ilmu pengetahuan dan teknologi, buku
pelajaran umum, kitab suci, buku
pelajaran agama, dan buku ilmu
pengetahuan lainnya;
15. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal
angkutan danau, kapal angkutan
penyeberangan, kapal pandu, kapal
tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang,
dan suku cadang serta alat
keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia
yang diimpor dan digunakan oleh
Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau
Perusahaan Penangkapan Ikan
Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa
Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan
Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau
dan Penyeberangan Nasional, sesuai dengan
kegiatan usahanya;
16. Pesawat
udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat
keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan
atau pemeliharaan yang diimpor
dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara
Niaga Nasional dan suku cadang
serta peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh
pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan
Udara Niaga Nasional yang
digunakan dalam rangka pemberian jasa
perawatan atau reparasi pesawat udara
kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga
nasional;
17. Kereta api dan suku cadang serta peralatan
untuk perbaikan atau pemeliharaan serta
prasarana yang diimpor dan
digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero), dan
komponen atau bahan yang diimpor
oleh pihak yang ditunjuk oleh PT Kereta Api
Indonesia (Persero), yang digunakan
untuk pembuatan kereta api, suku cadang,
peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan, serta prasarana yang akan digunakan
oleh PT Kereta Api Indonesia
(Persero);
18. Peralatan berikut suku cadangnya yang
digunakan oleh Kementerian Pertahanan
atau TNI untuk penyediaan data
batas dan photo udara wilayah Negara Republik
Indonesia yang dilakukan untuk
mendukung pertahanan Nasional, yang diimpor oleh
Kementerian Pertahanan, TNI atau
pihak yang ditunjuk oleh Kementerian
Pertahanan atau TNI; dan/atau
19. Barang untuk kegiatan hulu Minyak dan
Gas Bumi yang importasinya dilakukan oleh
Kontraktor Kontrak Kerja Sama.
c. Impor
sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor
kembali;
d. Impor
kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian
diimpor kembali dalam kualitas yang sama
atau barang-barang yang telah diekspor untuk
keperluan perbaikan, pengerjaan dan
pengujian, yang telah memenuhi syarat yang
ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai;
e. Pembayaran
yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan
huruf e, berkenaan dengan:
1. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 ayat (1) huruf b, huruf c,
dan huruf d yang jumlahnya paling banyak
Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan
tidak merupakan pembayaran yang terpecahpecah;
2. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 ayat (1) huruf e yang
jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah) dan tidak merupakan
pembayaran yang terpecah-pecah;
3. Pembayaran untuk:
a) pembelian bahan bakar minyak,
bahan bakar gas, pelumas, benda-benda pos;
b) pemakaian air dan listrik;
4. Pembayaran untuk pembelian minyak bumi, gas
bumi, dan/ atau produk sampingan
dari kegiatan usaha hulu di bidang
minyak dan gas bumi yang dihasilkan di
Indonesia dari:
a) Kontraktor yang melakukan
eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan kontrak
kerja
sama; atau
b) Kantor pusat kontraktor yang
melakukan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan
kontrak kerja sama;
5. Pembayaran untuk pembelian panas bumi atau
listrik hasil pengusahaan panas bumi
dari Wajib Pajak yang menjalankan
usaha di bidang usaha panas bumi berdasarkan
kontrak kerja sama pengusahaan sumber
daya panas bumi;
f. Emas
batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas
untuk tujuan ekspor;
g. Pembayaran
untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS);
h. Penjualan
kendaraan bermotor di dalam negeri yang dilakukan oleh industri otomotif,
Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen
Pemegang Merek (APM), dan importir
umum kendaraan bermotor, yang telah dikenai
pemungutan Pajak Penghasilan
berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1)
huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 dan
peraturan pelaksanaannya.
(2)
Pengecualian dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas barang impor
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b tetap
berlaku dalam hal barang impor tersebut dikenakan tarif
bea masuk sebesar 0% (nol persen).
(3)
Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf f dinyatakan
dengan
Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan
Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal
Pajak.
(4)
Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, huruf g, dan
huruf h
dilakukan tanpa Surat Keterangan Bebas
(SKB).
(5)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dan ayat (2)
dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai yang tata caranya diatur oleh Direktur
Jenderal
Bea dan Cukai dan/atau Direktur Jenderal Pajak.
Terus, teknis pemungutannya bagaimana?
(1) Untuk kegiatan Impor barang, maka Importir yang bersangkutan atau Dirjen Bea dan Cukai yang melakukan pembayaran ke kas negara melalui Kantor Pos, Bank Devisa atau Bank Umum yang ditunjuk Menteri Keuangan.
(2) Untuk Pemungut Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Bendahara Pemerintah sistem Uang Persediaan (UP), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau Pejabat penerbit Surat Perintah
membayar wajib menyetorkan ke kas negara melalui Kantor Pos, Bank Devisa atau Bank Umum yang
ditunjuk Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama rekanan yang telah ditanda
tangani oleh pemungut pajak.
(3) Untuk Pemungut pajak yang lainnya, wajib menyetorkan ke kas negara melalui Kantor Pos, Bank Devisa
atau Bank Umum yang ditunjuk Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
Apa yang digunakan sebagai bukti pemungutan pajak?
(1) Untuk Importir, Dirjen Bea dan Cukai, Bendahara Pemerintah dan KPA, Bendahara pemerintah (UP), Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA) atau Pejabat Penerbit Surat Perintah Membayar sebagai bukti pemungutan adalah
Surat Setoran Pajak.
(2) Pemungut Pajak yang lain wajib menerbitkan Bukti Potong PPh 22 dalam 3 rangkap, lembar kesatu untuk Wajib Pajak yang dipungut, lembar kedua untuk Pemungut sebagai lampiran laporan bulanan kepada KPP,
lembar ketiga sebagai arsip Pemungut Pajak.
No comments:
Post a Comment